Mentari Berkabut
Judul Cerpen Mentari Berkabut
Cerpen Karangan: Mohammad Oktavino
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Remaja, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 28 August 2016
Cerpen Karangan: Mohammad Oktavino
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Remaja, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 28 August 2016
Pagi
itu suasana hari sangat cerah, seperti hatiku yang sedang berbahagia mendapatkan
hadiah dari sang ayah, hadiah yang sangat aku idam-idamkan hadiah yang tidak
akan pernah aku lupakan dan selalu kusimpan serta kujaga. Waktu menunjukkan
pukul 06.30 wib aku segera bersiap siap untuk pergi ke sekolah dengan seragam
putih-biru memakai dasi dan memakai sepatu yang bersih walau sudah tak layak
pakai, aku berpamitan kepada ayah dan ibuku, baru saja kaki ku melangkah ke
luar menuju pintu rumah, ayah memanggilku “hey nak tunggu sebentar ayah akan
mengantarkanmu ke sekolah” entah ada angin apa yang merasuki ayahku sehingga ia
tiba-tiba ingin mengantarkanku ke sekolah, sembilan tahun aku duduk di bangku
sekolah baru kali ini ia ingin mengantarkanku ke sekolah, betapa bahagianya
hatiku sembari mengatakan “oke yah, aku tunggu”.
Selang beberapa menit kemudian brm… brm… brm… brm
terdengar suara sepeda motor tua milik ayahku yang paling ia banggakan “mari
nak kita berangkat ke sekolahmu” aku berlari kecil menghampiri ayahku “ayo ayah
kita berangkat”
Selama
di perjalanan aku begitu menikmati keindahan kotaku, aku memeluk erat ayahku,
aku bangga kepadanya, ia adalah pahlawanku. Terasa waktu begitu singkat dan
cepat sehingga tanpa terasa sudah sampai di depan sekolahku, aku berpamitan dan
mencium tangannya yang begitu kasar akibat bekerja keras demi kami sekeluarga,
aku mengatakan “terima kasih ayah” aku masih tetap berdiri di depan sekolahku
menunggunya hingga tak tampak lagi setelah itu aku berlari kecil menuju ruang
kelasku.
Aku
adalah sosok murid yang sangat heboh dan periang sehingga teman teman banyak
yang menyukaiku termasuk guru guruku, beberapa menit setelah aku masuk ke ruang
kelasku lonceng tanda masuk mata pelajaran dimulai, kami berebut duduk di kursi
dengan rapi sambil menunggu guru kami masuk, tak lama kemudian guru kami masuk
dan kami memulai pelajaran dengan tertib dan nyaman.
Tok,
tok, tok, terdengar suara ketukan pintu kelasku, guruku segera keluar menemui
orang yang mengetuk pintu kelas, selang beberapa menit setelah percakapan
mereka di luar aku dipanggil untuk menemui wali kelasku di ruang guru. Dengan
sigap dan cepat aku segera menemui wali kelasku, dengan perasaan cemas dan
takut karena aku belum membayar uang buku.
Setelah aku sampai di ruang guru aku langsung menemui
wali kelasku.
“permisi bu, apakah ibu memanggil saya tadi?”
“iya nak, silahkan duduk”
“iya terima kasih bu, oh iya saya ada salah apa bu, kok tiba tiba saya dipanggil kesini apakah karena saya masih menuggak uang buku ya bu?”
“tidak kok nak, kamu tidak mempunyai salah apapun nak, ibu hanya ingin memberikan kamu kabar berita saja”
“kabar berita apa buk?”
“tetapi kamu harus janji dengan ibu bahwa setelah kamu mendengarkan kabar berita dari ibu kamu jangan marah sama ibu, jangan sedih dan putus asa”
“iya bu saya janji tidak marah dan tidak putuss asa bu, sebenarnya ada apa ya bu?”
“ayahmu…”
“iya, ayahku kenapa bu”
“ayahmu telah meninggalkanmu untuk selamanya”
“ha… tidak mungkin bu, tidak mungkin ia tadi baru saja mengantarkanku ke sekolah bu, ibu jangan mengarang!”
“tidak nak ibu tidak mengarang, baru saja ibumu menelepon ibu dan mengatakan bahwa ayahmu telah meninggal dunia, setelah mengantarkanmu ke sekolah ia mengalami kecelakaan di persimpangan jalan menuju rumahmu”
“permisi bu, apakah ibu memanggil saya tadi?”
“iya nak, silahkan duduk”
“iya terima kasih bu, oh iya saya ada salah apa bu, kok tiba tiba saya dipanggil kesini apakah karena saya masih menuggak uang buku ya bu?”
“tidak kok nak, kamu tidak mempunyai salah apapun nak, ibu hanya ingin memberikan kamu kabar berita saja”
“kabar berita apa buk?”
“tetapi kamu harus janji dengan ibu bahwa setelah kamu mendengarkan kabar berita dari ibu kamu jangan marah sama ibu, jangan sedih dan putus asa”
“iya bu saya janji tidak marah dan tidak putuss asa bu, sebenarnya ada apa ya bu?”
“ayahmu…”
“iya, ayahku kenapa bu”
“ayahmu telah meninggalkanmu untuk selamanya”
“ha… tidak mungkin bu, tidak mungkin ia tadi baru saja mengantarkanku ke sekolah bu, ibu jangan mengarang!”
“tidak nak ibu tidak mengarang, baru saja ibumu menelepon ibu dan mengatakan bahwa ayahmu telah meninggal dunia, setelah mengantarkanmu ke sekolah ia mengalami kecelakaan di persimpangan jalan menuju rumahmu”
Aku
masih tak percaya dengan kejadian ini semua ayahku seorang pahlawan bagiku,
kini telah meninggalkanku untuk selamanya, tanpa pikir panjang aku berlari
sekencang kencangnya menuju rumahku setelah sampai di rumahku air mataku tak
lagi mampu untuk kubendung, aku menyesal… aku menyesal mengapa aku tidak
menolak ajakan ayahku tadi sewaktu ingin mengantarkanku.
Kini
Sepeninggal ayah tiada lagi yang menjadi kepala keluarga di rumah kami, ibuku
sudah tua dan tak berdaya untuk menjadi kepala keluarga, sedangkan kedua adikku
masih duduk di bangku sekolah dasar, akhirnya aku yang menggantikan ayahku
menjadi kepala keluarga, mencari nafkah, dan membiayai kedua adikku yang sedang
duduk di sekolah dasar agar cita-citaku dapat diteruskan oleh adik adikku.
Cerpen Karangan: Mohammad Oktavino
Blog: oktavino131096.blogspot.co.id
Blog: oktavino131096.blogspot.co.id
Cerita
Mentari Berkabut merupakan cerita pendek karangan Mohammad
Oktavino, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.
semoga bermanfaat & thanks atas kunjungannya !!
No comments:
Post a Comment
welcome !!!